Jogja, Tentang Sejarah Perjuangan Bangsa dan Kerinduan

jogja
(copyright : eksotisjogja.com)

Jogja, kota perjuangan yang sering saya baca dalam buku sejarah. Mengenang Jogja seperti meneteskan bulir-bulir kerinduan dari dalam relung hati. Jogja selalu menawarkan kerinduan yang tak bertepi, di mana ketika jauh dari kota ini saya pasti ingin segera kembali.

Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgia
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja (Katon Bagaskara)

sri sultan HB IX
Sri Sultan Hamengku Buwono IX (copyright : Wikipedia)

Masih tercatat dalam pikiran saya sosok seorang pahlawan nasional dari Jogja, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sosok yang saya kagumi hingga saat ini, yang mendorong saya mencari tahu lebih banyak mengenai Jogja. Apalagi ditambah cerita dari kakek dan nenek mengenai perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Selain itu Bapak pada masa mudanya pernah ikut menghadiri pemakaman Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Menurut penuturan bapak suasana saat itu sangat sedih, semua rakyat Jogja merasakan kesedihan karena ditinggalkan oleh raja yang dekat dengan mereka. Lalu Ibu juga pernah berkata, bahwa tinggal dekat dengan rajanya itu lebih “ayem” daripada di perantauan. Hingga akhirnya Ibu pun terpanggil untuk kembali ke Jogja setelah merantau berpuluh-puluh tahun di luar Jogja.

Ketika menempuh pendidikan tinggi di Jogja, saya berkesempatan mencari tahu tentang sejarah dan kontribusi Jogja bagi kemerdekaan Indonesia. saya berusaha mengobati rasa penasaran saya dengan memperbanyak referensi. Referensi buku bisa saya dapatkan di perustakaan, sementara observasi tetap saya lakukan ke tempat-tempat bersejarah.

Salah satu tempat yang menarik untuk mencari tahu tentang Jogja adalah museum Puro Pakualaman. Sebelum berbicara tentang museum Puro Pakualaman, saya sebelumnya hanya mengenal Keraton Jogja sebagai tempat untuk mencari tahu sejarah Jogja.

Pakualaman
Puro Pakualaman (Copyright : cari-toko.com)

Museum Puro Pakualaman berisi tentang sejarah panjang Kadipaten Pakualaman yang kemudian mengintegrasikan diri ke dalam wilayah Republik Indonesia bersama dengan Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada tanggal 5 September 1945 KGPAA Paku Alam VIII bersama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX mendeklarasikan bahwa wilayah mereka masuk ke dalam Republik Indonesia melalui dekrit yang dikenal dengan amanat 5 September 1945 setelah mendengarkan suara rakyat Jogja terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Sejarah Jogja yang berintegrasi dengan Indonesia juga bisa ditemukan di museum Benteng Vredeburg. Benteng yang terletak di dekat titik 0 km kota Jogja ini menyimpan berbagai koleksi foto sejarah dan diorama mengenai perjuangan kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta. Pada Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948, Presiden Soekarno bahkan sampai mengungsi ke Keraton Yogyakarta untuk menghindari serangan Belanda. Saat itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan tangan terbuka menerima Soekarno dan rombongannya di dalam keraton.

sasmitaloka
copyright : wikiwand.com

Sepenggal sejarah Jogja dan Indonesia juga tersimpan rapi di Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jendral Soedirman, Bintaran. Letak museum ini tidak jauh dari Puro Pakualaman, tepatnya berada di sebelah selatan Puro Pakualaman. Nah dahulunya rumah ini merupakan rumah singgah Jendral Soedirman. Di bagian belakang terdapat mobil milik sang Jendral yang merupakan saksi bisu sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, banyak korban yang berjatuhan termasuk pasukan pimpinan Jendral Soedirman, dan rumah ini dahulunya juga difungsikan sebagai tempat untuk melakukan pertolongan pertama bagi korban perang.

IMG_20170305_164255.jpg
stasiun Maguwo Lama tampak belakang (dokumen pribadi)

Salah satu saksi bisu perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah stasiun Maguwo Lama. Stasiun kayu satu-satunya di dekat Bandara Internasional Adi Sutjipto ini merupakan cagar budaya milik PT KAI. Nah pada tahun 1955, Ir.Soekarno akan melakukan perjalanan ke Purwokerto menggunakan kereta Luar Biasa melalui stasiun Maguwo Lama.

Di sebelah timur stasiun Maguwo Lama terdapat pohon kamboja yang di dalamnya berisi makam 7 warga sipil yang menjadi korban agresi militer Belanda II di Yogyakarta. Informasi tersebut saya dapatkan dari komunitas Roemah Toea saat mengikuti kelas Jelajah Heritage sekitar Stasiun Maguwo Lama.

Jogja juga memiliki beberapa taman makam pahlawan, yang paling besar adalah TMP Kusumanegara yang terletak di Jalan Kusumanegara. Ketika melewati jalan di depan taman makam pahlawan, saya merasakan suasana haru dengan melihat banyaknya nisan di dalam taman makam pahlawan. Nisan-nisan tersebut mengingatkan saya bagaimana mereka bertaruh nyawa demi mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Menjadi Jogja menjadi Indonesia, dengan melihat berbagai penggalan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang bisa ditemukan di Jogja maka tidak bisa memisahkan Jogja dengan Indonesia.

 

One response to “Jogja, Tentang Sejarah Perjuangan Bangsa dan Kerinduan”

  1. Jogja emang ngangeninnn

    Like

Leave a comment